Militer Israel melancarkan serangan udara ke dua pangkalan militer di Suriah tengah, termasuk di Kota Palmyra, pada Jumat (21/3/2025). Serangan ini menargetkan kemampuan strategis militer yang tersisa di pangkalan Tadmur dan T4, menyusul penggulingan pemerintahan Bashar Al Assad pada Desember 2024.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan operasi ini bertujuan mencegah senjata jatuh ke tangan pemerintahan baru Suriah, yang dinilai Tel Aviv berpotensi mengganggu stabilitas regional.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan sikap negaranya. Ia menolak kehadiran pasukan dari pemerintahan baru Suriah di selatan Damaskus.
“Kami menuntut agar kawasan selatan Suriah didemiliterisasi sepenuhnya. Kami tidak akan menoleransi ancaman apa pun terhadap keamanan Israel,” ujar Netanyahu.
Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris, membenarkan bahwa pesawat tempur Israel telah menyerang pangkalan udara militer di Palmyra.
Meski demikian, hingga kini belum ada informasi resmi mengenai jumlah korban jiwa maupun kerusakan akibat serangan tersebut.
Kementerian Luar Negeri Suriah menanggapi serangan itu dengan tudingan keras, menuduh Israel menjalankan “kampanye sistematis” untuk mengguncang stabilitas negara.
Setelah kejatuhan Assad, pemerintahan baru Suriah berusaha melepaskan diri dari afiliasi politik masa lalu. Namun, Israel tetap menaruh curiga dan terus melakukan operasi militer untuk membatasi pengaruh rezim baru di kawasan.