Jakarta – Hubungan yang sehat dan bahagia adalah dambaan setiap pasangan, namun seringkali perubahan kecil dalam dinamika hubungan terabaikan. Psikolog Mark Travers, Ph.D., dalam tulisannya di Psychology Today, mengungkapkan tiga indikator utama yang mengisyaratkan bahwa kebahagiaan dalam hubungan mungkin telah memudar.
Tanda-tanda ini, meski tampak sepele, dapat menjadi sinyal penting untuk introspeksi diri dan evaluasi hubungan. Memahami dan menyadari perubahan ini sejak dini dapat membantu pasangan untuk mengambil langkah yang tepat, demi menjaga hubungan tetap sehat dan bermakna.
Pertama, hilangnya selera humor bersama. Di awal hubungan, lelucon ringan atau candaan khas dapat menjadi perekat yang mempererat ikatan. Namun, seiring berjalannya waktu, hal ini bisa kehilangan maknanya. “Dulu setiap kali dibahas, kalian pasti tertawa. Tapi belakangan, kamu malah menghela napas atau hanya tersenyum sekilas tanpa benar-benar menikmati momen itu,” ujar Travers seperti dikutip Jumat (27/6/2025).
Penelitian dalam jurnal Humor tahun 2020 menunjukkan bahwa respons terhadap humor pasangan sangat memengaruhi kualitas hubungan. Penerimaan humor yang baik memperkuat hubungan, sementara pengabaian atau hilangnya kelucuan dapat menandakan adanya jarak emosional.
Kedua, pasangan bukan lagi orang pertama yang ingin diajak berbagi. Dalam hubungan yang sehat, berbagi cerita, baik suka maupun duka, adalah hal yang wajar. Namun, jika ada keengganan atau keraguan untuk bercerita kepada pasangan, ini bisa menjadi pertanda adanya perubahan.
Travers mencontohkan, seseorang mungkin lebih memilih untuk berbagi kabar baik dengan sahabat daripada pasangan, bukan karena pasangan tidak penting, tetapi karena merasa sahabat akan lebih antusias. Studi tahun 2021 dalam Personality and Social Psychology Bulletin menemukan bahwa pasangan yang bahagia cenderung lebih terbuka dan sering berbagi cerita.
Ketiga, waktu sendirian terasa lebih menyenangkan. Dalam hubungan yang sehat, berpisah seharusnya menimbulkan kerinduan. Namun, jika seseorang merasa lebih tenang saat tidak bersama pasangan, ini bisa menjadi sinyal bahaya.
“Sepanjang liburan, kamu nggak pernah merasa, ‘Aduh, andai dia ikut.’ Justru kamu menikmati ketenangan, tanpa drama, tanpa harus basa-basi,” jelas Travers. Studi dari Family Relations tahun 2020 menunjukkan bahwa banyak pasangan bertahan dalam hubungan yang tidak bahagia karena alasan eksternal, tetapi kemudian menyadari bahwa mereka merasa lebih damai saat sendiri. Perasaan lega inilah yang sering menjadi pendorong untuk keluar dari hubungan tersebut.