Jakarta – Pemerintah berupaya menekan angka stunting melalui program Keluarga Berencana (KB) dengan menjaga kesehatan ibu dan anak. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha.

Kunta menjelaskan, program KB bertujuan melindungi ibu, terutama yang kondisi kesehatannya belum pulih pasca melahirkan, sehingga dapat menunda kehamilan berikutnya. Jarak yang terlalu dekat antara melahirkan dan kehamilan selanjutnya dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan pada ibu.

“Itu semua berkaitan dengan intervensi yang menuju ke penurunan stunting. Kalau untuk yang ibu hamil, angka kematian ibu dan bayi ya lebih kepada bagaimana kita mencegah kalau ada wanita yang mengalami masalah kesehatan, ya kita jaga jangan hamil dulu. Maka nanti masuk ke KB dan alat kontrasepsinya nanti kita bisa disusulkan,” ujarnya dalam acara Health Summit di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Menurut Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan, jarak melahirkan yang terlalu dekat merupakan salah satu penyebab tidak langsung kehamilan risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi dapat menyebabkan preeklampsia, eklampsia, pendarahan hebat saat hamil dan setelah melahirkan, anemia, perkembangan janin terlambat, cacat lahir pada bayi, keguguran, kelahiran prematur, hingga bayi lahir dengan berat badan rendah.

Kunta menambahkan, Puskesmas memiliki peran penting dalam keberhasilan program KB. Puskesmas bukan hanya sekadar klinik, tetapi juga memiliki data masyarakat yang sedang hamil dan baru melahirkan. Dengan demikian, Puskesmas dapat melakukan pendekatan, memberikan edukasi, dan konseling mengenai pentingnya KB bagi ibu dan anak.

“Karena kalau tidak ada KB kan nanti terlalu dekat (jarak dari melahirkan), itu kan juga berbahaya… ibunya juga kondisinya tidak bagus, itu juga sangat beresiko. Sehingga dengan kondisi tadi, kami berusaha agar Puskesmas itu benar-benar mengenal masyarakat di sekitarnya termasuk ibu hamil,” jelasnya.

Pemerintah akan berupaya menjaga kondisi ibu setelah melahirkan agar tidak hamil dalam jarak waktu yang dekat, karena hal ini berisiko bagi kesehatan ibu. Selain edukasi, pemerintah juga menyediakan alat kontrasepsi di Puskesmas agar mudah diakses masyarakat.

“Alat-alat kontrasepsinya yang kita (pemerintah) sediakan di Puskesmas tadi. Kita menjamin bahwa itu ada dan masyarakat bisa mengakses, termasuk dengan BPJS Kesehatan. Sehingga mereka layanan KB itu ditanggung oleh BPJS Kesehatan,” kata Kunta.

Selain keselamatan ibu, KB juga berperan dalam menjaga angka stunting di Indonesia yang masih tinggi. Kunta menekankan bahwa tingginya angka stunting dapat mengancam visi Indonesia Emas.

Untuk mencapai Indonesia Emas dan target pertumbuhan ekonomi 8%, kunci utamanya adalah produktivitas sumber daya manusia. “Kalau kita ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang 8%. Mungkin Pak Menteri sudah menjelaskan, yang penting adalah produktivitas. Kalau sumber daya alam segala macam tanpa kita bisa menaikkan produktivitas, mungkin (pertumbuhan ekonomi) 8% nggak tercapai,” ucapnya.

Dalam konteks kesehatan, produktivitas berkaitan dengan stunting. Kunta menjelaskan bahwa angka stunting di Indonesia masih tinggi dan dapat menghambat produktivitas menuju Indonesia Emas.

“Stunting kita masih tinggi. Kemarin yang sampai dengan akhir tahun 2024 itu sekitar 19,8%. Jadi ada 1 juta orang itu stunting. Dan ini kalau bayi ini nanti akan jadi generasi ke depan kita atau pengganti kita. Kita bisa membayangkan kalau generasi menurut kita itu banyak yang stunting, pasti produktivitas tidak tercapai,” jelasnya.

Untuk mengentaskan stunting, Kunta menegaskan bahwa penanganan harus dilakukan dari hulu ke hilir. “Sejak awal kita harus mencegah atau membuat ibu itu harus punya gizi yang bagus,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *