Jakarta – Studi terbaru dari Universitas Birmingham, Inggris, mengungkap bahwa minuman panas seperti teh dan kopi mengandung konsentrasi mikroplastik tertinggi. Temuan ini memicu seruan untuk tindakan legislatif dalam mengatasi paparan mikroplastik yang semakin meluas.
Penelitian yang dipublikasikan pada Minggu (24/8/2025) di The Independent, menganalisis 155 sampel minuman populer, termasuk teh, kopi, jus buah, minuman energi, dan soda. Hasilnya menunjukkan teh panas dan kopi panas memiliki kadar mikroplastik paling tinggi.
Profesor Mohamed Abdallah, penulis utama studi tersebut, menyatakan bahwa rata-rata teh panas mengandung 49-81 partikel mikroplastik (MP) per liter, sementara kopi panas mengandung 29-57 MP per liter. “Banyak penelitian sebelumnya hanya fokus pada air minum, baik air keran maupun kemasan. Namun kenyataannya, manusia sehari-hari mengonsumsi beragam minuman lain,” ujarnya.
Abdallah menambahkan, timnya menemukan keberadaan mikroplastik di semua minuman yang diteliti, baik panas maupun dingin. Ia juga menekankan perlunya tindakan serius terkait paparan mikroplastik. “Kita mengonsumsi jutaan cangkir teh dan kopi setiap hari. Ini sesuatu yang perlu diperhatikan serius. Seharusnya ada tindakan legislatif dari pemerintah dan organisasi internasional untuk membatasi paparan manusia terhadap mikroplastik, karena mereka ada di mana-mana,” tegasnya.
Penelitian ini juga menyoroti peran wadah sekali pakai dalam meningkatkan jumlah mikroplastik pada minuman panas. Teh panas yang disajikan dalam cangkir plastik sekali pakai mengandung rata-rata 22 partikel mikroplastik per cangkir, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cangkir kaca. Bahkan, kantong teh yang lebih mahal justru menghasilkan jumlah mikroplastik terbanyak, yakni 24-30 partikel per cangkir.
Studi ini melengkapi riset sebelumnya dari tim yang sama pada 2024, yang mengungkap konsentrasi mikroplastik dalam air keran (24-56 MP per liter) tidak berbeda signifikan dengan air kemasan (26-48 MP per liter). Para peneliti menekankan bahwa penilaian risiko paparan mikroplastik tidak bisa hanya didasarkan pada konsumsi air minum. “Penelitian ini adalah langkah penting menuju pemahaman lebih komprehensif tentang risiko kesehatan akibat mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari,” tulis tim peneliti dalam laporannya.










