Jakarta – Misteri perbedaan tinggi badan antara pria dan wanita masih menjadi pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab oleh ilmu pengetahuan. Secara global, rata-rata pria memiliki tinggi badan sekitar 13 sentimeter lebih tinggi dari wanita.
Meskipun perbedaan ini umum dijumpai, para ilmuwan terus berupaya mengungkap faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Petunjuk dari gen dan hormon yang terkait dengan jenis kelamin memberikan titik terang dalam memahami fenomena ini.
Tinggi badan merupakan karakteristik kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetika. Gen pada kromosom seks dan kromosom biasa berperan dalam menentukan tinggi seseorang. Setiap individu mewarisi 23 kromosom dari ibu dan 23 kromosom dari ayah.
Dua di antaranya adalah kromosom seks, di mana perempuan umumnya memiliki XX dan laki-laki memiliki XY. Kecenderungan orang tua mewariskan gen yang sesuai dengan karakteristik mereka membuat anak dari orang tua tinggi cenderung lebih tinggi daripada anak dari orang tua yang pendek.
Penelitian pada anak kembar identik menunjukkan bahwa tinggi badan memiliki tingkat heritabilitas sekitar 80%, yang berarti sekitar 80% variasi tinggi badan ditentukan oleh faktor genetik. Namun, mengidentifikasi gen mana yang secara spesifik memengaruhi tinggi badan bukanlah tugas yang mudah.
Ilmuwan bioinformatika dari Geisinger College of Health Sciences, Pennsylvania, Alexander Berry, menjelaskan bahwa tinggi badan adalah sifat poligenik yang kompleks. “Tinggi badan adalah sifat poligenik yang terkenal,” katanya, seperti dikutip dari Live Science, Jumat (9/7/2025).
Berry menambahkan, ribuan gen di seluruh genom dapat memengaruhi tinggi seseorang, sehingga variasi tinggi badan bisa sangat beragam. “Studi asosiasi genom menyeluruh tentang tinggi badan menemukan hasil di hampir seluruh bagian genom,” ujarnya.
Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada tahun 2022 mengidentifikasi 12.111 lokasi dalam genom di mana variasi nukleotida (huruf G, A, T, atau C dalam urutan DNA) berhubungan signifikan dengan tinggi badan.
Salah satu gen yang paling banyak diteliti terkait dengan tinggi badan adalah SHOX, yang terletak pada kromosom X dan Y. Gen ini diperkirakan menyumbang sekitar 25% dari perbedaan rata-rata tinggi antara pria dan wanita. Mutasi pada gen SHOX dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang, seperti pada kelainan genetik Léri-Weill dyschondrosteosis, yang menyebabkan tinggi badan menjadi lebih pendek.
Perbedaan tinggi badan juga dapat diamati pada individu dengan jumlah kromosom seks yang tidak lazim, seperti XXX atau XXY. Dalam studi yang diterbitkan Mei 2025 di jurnal PNAS, Berry dan timnya menganalisis data dari lebih dari 928 ribu orang, termasuk 1.225 individu dengan kondisi tersebut. Mereka meneliti bagaimana jumlah gen di kromosom seks ekstra atau yang hilang memengaruhi tinggi badan.
Hasil penelitian memberikan wawasan tentang bagaimana SHOX memengaruhi tinggi badan pada pria dan wanita secara umum. Individu dengan kromosom Y tambahan cenderung lebih tinggi daripada mereka yang memiliki kromosom X tambahan. Hal ini disebabkan perempuan (XX) memiliki satu kromosom X yang tidak aktif, sehingga tidak menyalin semua gen secara penuh, termasuk SHOX. Sementara itu, pria (XY) memiliki dua salinan aktif gen SHOX, sehingga gen ini cenderung lebih aktif pada pria dibandingkan wanita.
Namun, Berry menekankan bahwa kromosom Y tidak secara langsung menyebabkan pria lebih tinggi. “Data kami tidak menunjukkan hal itu,” tegasnya. SHOX memang ada di kedua kromosom X dan Y, sehingga dampaknya tidak eksklusif untuk laki-laki. Berry menambahkan, ada kemungkinan gen khusus pada kromosom Y memengaruhi hormon seperti testosteron, yang pada akhirnya turut memengaruhi pertumbuhan tinggi badan.
Testosteron adalah hormon yang diproduksi oleh tubuh laki-laki dan perempuan, meskipun kadarnya jauh lebih tinggi pada laki-laki. Hormon ini berperan dalam ciri-ciri khas laki-laki, seperti suara yang lebih berat dan pertumbuhan rambut tubuh.
“Bisa jadi ada gen lain di kromosom Y yang memengaruhi produksi hormon secara langsung maupun tidak langsung,” kata Berry. Namun, ia mengakui bahwa “hubungan antara hormon dan tinggi badan itu rumit.”
Selain testosteron, hormon lain seperti hormon pertumbuhan manusia (human growth hormone) juga berperan. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar pituitari dan mendorong pertumbuhan pada anak-anak. Insulin-like growth factor 1 (IGF-1) ikut memperkuat efeknya, dan keduanya memuncak saat masa pubertas.
Profesor antropologi di University of Rhode Island, Holly Dunsworth, berpendapat bahwa estrogen memainkan peran penting dalam pertumbuhan tinggi badan. “Estrogen adalah penggerak utama pertumbuhan tulang panjang,” katanya.
Meskipun demikian, jenis kelamin bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi tinggi badan. Tentu saja, ada banyak wanita yang lebih tinggi dari pria. Faktor lingkungan juga memiliki peran yang signifikan.
Tinggi badan hanya sekitar 80% diwariskan, sementara sisanya sekitar 20% dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti nutrisi dan iklim. Kombinasi semua faktor ini membuat para peneliti masih kesulitan menemukan jawaban pasti mengapa pria cenderung lebih tinggi dari wanita.
Berry meyakini bahwa ekspresi gen (cara gen aktif dan bekerja) bisa menjadi kunci berikutnya dalam penelitian tinggi badan.
“Saya pikir, lewat studi ekspresi gen berskala besar, kita bisa menemukan bahwa bahkan orang dengan kromosom yang sama bisa punya tinggi berbeda karena ekspresi gen mereka berbeda,” pungkasnya.











