Jakarta – Pemerintah Jepang mengambil langkah berani dalam mengatasi dampak negatif dari ledakan pariwisata atau overtourism. Salah satu strategi yang diterapkan adalah memberlakukan harga khusus bagi wisatawan mancanegara di berbagai sektor, mulai dari akomodasi hingga tempat wisata.
Kebijakan ini muncul setelah Jepang mencatat rekor kunjungan turis asing yang mencapai hampir 37 juta orang pada 2024. Meskipun sektor pariwisata memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, lonjakan turis juga memicu masalah overtourism di sejumlah destinasi populer seperti Gunung Fuji, Kyoto, dan Nara.
Pemerintah pusat dan daerah berupaya menekan dampak negatif tersebut dengan menerapkan diferensiasi harga. Kyoto menjadi salah satu kota yang paling serius menangani masalah ini. Pemerintah kota berencana menaikkan pajak penginapan hingga maksimal 10.000 yen (sekitar Rp 1,1 juta) per malam per orang. Skema pajak akan dibuat bertingkat, mulai dari 200 yen (Rp 22 ribu) untuk tarif murah, hingga 10.000 yen untuk tarif kamar di atas 100.000 yen (Rp 11 juta).
Kenaikan pajak ini diharapkan dapat menggandakan penerimaan Kyoto menjadi 12 miliar yen per tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai penanganan masalah turisme massal. Aturan baru ini ditargetkan berlaku mulai 2026.
Selain pajak penginapan, tiket masuk ke sejumlah destinasi wisata juga akan dibedakan antara warga Jepang dan turis asing. Himeji Castle, situs warisan dunia UNESCO, akan memberlakukan tiket baru seharga 2.000-3.000 yen (Rp 220 ribu-Rp 330 ribu) khusus untuk turis internasional mulai Maret 2026, sementara warga lokal tetap membayar 1.000 yen.
Kuil Nanzoin di Fukuoka telah menerapkan kebijakan serupa sejak Mei 2025. Turis asing dikenakan biaya 300 yen (Rp 33 ribu), sementara warga lokal tetap gratis. Papan informasi di lokasi bahkan ditulis hanya dalam Bahasa Inggris untuk menegaskan perbedaan perlakuan tersebut.
Di Okinawa, taman hiburan bertema hutan Junglia yang baru dibuka menetapkan harga tiket 8.800 yen (Rp 969 ribu) untuk turis asing, atau lebih mahal 2.000 yen dibanding harga untuk penduduk Jepang.
Gunung Fuji juga memberlakukan aturan baru mulai Juli 2025. Pendaki jalur Yoshida Trail wajib membayar izin mendaki sebesar 4.000 yen (sekitar Rp 580 ribu). Biaya ini hanya berlaku untuk wisatawan asing, sementara warga Jepang dibebaskan.
Beberapa restoran di Tokyo bahkan memberikan diskon khusus bagi warga lokal. Hal ini dilakukan karena biaya operasional untuk melayani turis asing lebih tinggi, memerlukan staf berbahasa Inggris dan pelatihan tambahan.
Kebijakan ini menuai beragam reaksi. Sebagian pengamat khawatir perbedaan harga dapat membuat turis asing merasa diperlakukan tidak adil. Namun, survei nasional menunjukkan lebih dari 60% warga Jepang mendukung langkah tersebut.
Alex Beene, pengajar University of Tennessee, berpendapat bahwa strategi ini bertujuan untuk menyeimbangkan jumlah pengunjung agar pengalaman tetap nyaman dan destinasi terjaga. “Ini bukan hukuman bagi turis, tapi cara menjaga keberlanjutan industri,” katanya.











