Jakarta – Momentum Hari Alzheimer Sedunia yang diperingati setiap 21 September, menjadi pengingat akan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap demensia dan Alzheimer. Peringatan ini juga menjadi ajang untuk meningkatkan dukungan bagi pasien dan keluarga.

Alzheimer Indonesia melalui akun Instagram @alzi_indonesia pada Senin (22/9/2025) menyampaikan data dari Alzheimer’s Disease International (ADI) 2019. “Tercatat lebih dari 55 juta orang di seluruh dunia hidup dengan demensia,” tulisnya. Pihaknya menambahkan, tanpa pencegahan dan penanganan dini, jumlah ini diperkirakan akan mencapai 4 juta pada tahun 2050.

Lantas, apa sebenarnya perbedaan antara demensia dan Alzheimer? Demensia adalah istilah umum yang merujuk pada penurunan fungsi otak. Kondisi ini memengaruhi berbagai aspek, mulai dari memori, emosi, pengambilan keputusan, hingga kemampuan berkomunikasi. Sementara itu, Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi. Alzheimer ditandai dengan adanya penumpukan plak dan simpul protein abnormal di otak, yang secara bertahap merusak sel-sel otak.

Proses degeneratif pada Alzheimer berlangsung secara bertahap. Awalnya, plak dan simpul menyebar ke berbagai bagian otak, mengganggu kemampuan berbahasa, berkomunikasi, dan merasakan emosi. Seiring waktu, penderita akan semakin kesulitan berbicara, mengendalikan perasaan, bahkan dapat mengalami halusinasi. Kerusakan otak terus berlanjut hingga memengaruhi fungsi vital tubuh, seperti pernapasan dan detak jantung. Dampak penyakit ini tidak hanya dirasakan oleh pasien, tetapi juga oleh seluruh keluarga yang harus memberikan dukungan secara intensif.

Alzheimer’s Disease International (ADI) mengusung tema “Ask About Dementia. Ask About Alzheimer” pada tahun 2025. Tema ini bertujuan untuk menyoroti pentingnya melawan stigma dan diskriminasi yang masih melekat pada kondisi demensia.

Survei global yang dilakukan oleh ADI menunjukkan bahwa 62% tenaga kesehatan masih keliru menganggap demensia sebagai bagian normal dari proses penuaan. Selain itu, 35% caregiver mengaku pernah menyembunyikan diagnosis karena adanya stigma.

Hingga saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan Alzheimer. Obat-obatan yang tersedia hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. Oleh karena itu, dukungan pasca diagnosis, edukasi publik, dan keterlibatan keluarga menjadi kunci untuk menjaga kualitas hidup pasien.

Pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi, sesuai dengan arahan dokter ahli dan tenaga kesehatan, perlu dilakukan secara bersamaan. Contohnya, terapi kognitif, aktivitas fisik, dan dukungan komunitas bagi pasien dan caregiver.

Pace Hospital melaporkan, Hari Alzheimer Sedunia pertama kali diperingati pada 21 September 1994 di Edinburgh, bertepatan dengan 10 tahun berdirinya Alzheimer’s Disease International (ADI). Sejak saat itu, setiap bulan September ditetapkan sebagai Bulan Alzheimer untuk meningkatkan kesadaran global mengenai penyakit ini.

Alzheimer sendiri pertama kali diidentifikasi oleh psikiater asal Jerman, Alois Alzheimer, pada tahun 1901. Saat itu, ia merawat seorang pasien yang mengalami gejala kehilangan memori yang parah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *