Bandung – Pangeran Paribatra Sukhumbandhu (1881-1944), bangsawan Thailand yang pernah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, memilih Kota Bandung sebagai tempat menghabiskan masa pensiunnya dengan menjadi tukang kebun. Keputusan ini diambil setelah terjadinya kudeta yang mengubah drastis kehidupannya.

Pangeran Paribatra Sukhumbandhu merupakan putra dari Raja Chulalongkorn (Rama V), seorang raja yang dikenal membawa reformasi besar dalam sistem pemerintahan dan pendidikan di Thailand.

Semasa hidupnya, Pangeran Paribatra memegang posisi penting di pemerintahan. Dalam buku “Thailand: A Short History” (2004) disebutkan, ia pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Laut, Menteri Dalam Negeri, hingga penasehat raja. Namun, pada 24 Juni 1932, semua jabatan dan keistimewaan itu berakhir.

Kudeta yang terjadi di kerajaan berhasil menggulingkan kekuasaan Rama V. Paribatra, sebagai bagian dari kerajaan, terkena dampak langsung dari kudeta tersebut. Ia terpaksa meninggalkan istana yang telah menjadi rumahnya selama 50 tahun.

Setelah peristiwa itu, ia sempat kebingungan mencari tempat tinggal. Awalnya, ia berencana pergi ke Eropa, namun akhirnya memilih menetap di Hindia Belanda pada Agustus 1932. Surat kabar de Indische Courant (6 Agustus 1932) melaporkan, ia tiba di Batavia sebelum akhirnya memilih kawasan Cipaganti, Bandung, sebagai tempat tinggalnya. Ia datang bersama istri, lima anak, dan beberapa orang lainnya.

Pangeran Paribatra memilih Bandung karena suasana kota yang sejuk, tenang, dan memiliki pemandangan alam yang indah, sesuai dengan dirinya sebagai seorang pensiunan.

Meskipun dianggap sebagai pesakitan di Thailand, Paribatra tetap dihormati di Hindia Belanda. Para pejabat tinggi masih menganggapnya sebagai sosok hebat dan berjasa. Oleh karena itu, ia diberi kebebasan di Bandung.

Harian de Indische Courant (22 Agustus 1933) menuliskan, pejabat Hindia Belanda memberikan tiga rumah besar di Bandung sebagai hunian Paribatra. Rumah-rumah tersebut kemudian dimanfaatkan sang pangeran untuk menyalurkan kegiatan terpendamnya, yaitu menjadi tukang kebun.

Peneliti sejarah Bandung, Haryoto Kunto, dalam “Semerbak Bunga di Bandung Raya” (1986) menceritakan, di rumah barunya, Paribatra menjadi ahli tanaman anggrek.

Sehari-hari, ia menjadi tukang kebun hingga berhasil membangun taman indah berbunga di depan rumahnya. Dari kebun itu pula, Paribatra memperkenalkan bibit anggrek yang kemudian disebarluaskan di kawasan Bandung. Mengutip majalah Mooi Indie (1937), ia rela menjadi tukang kebun karena merasa Bandung masih kekurangan bunga-bunga.

Selain berkebun, Paribatra juga gemar berwisata ke Jawa, Sumatera, dan Bali. Setiap kali berlibur, jejak langkah Paribatra selalu menjadi sorotan banyak media.

Sepanjang 1933-1938, tercatat ia mengunjungi Malang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Kediri, Bogor, Medan, dan sebagainya. Biasanya, Paribatra datang bersama rombongan dan menginap di hotel selama berhari-hari.

Saat mengunjungi Malang, misalnya, koran Soerabaijasch handelsblad (15 Juni 1937) melaporkan, ia dan 12 orang lainnya diberi fasilitas hotel oleh pejabat lokal. Kemudian, mereka diajak jalan-jalan ke tempat wisata. Terkadang, ia juga melakukan napak tilas ke beberapa wilayah yang pernah dikunjungi Rama V di Hindia Belanda.

Pangeran Paribatra Sukhumbandhu menghembuskan nafas terakhir pada 18 Januari 1944. Ia wafat di usia 62 tahun dan dimakamkan di Bandung. Namun, pada 1948, jenazahnya dipulangkan ke tanah kelahiran untuk dikremasi di Istana Raja, Bangkok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *