Jakarta – Persaingan ketat di dunia kerja mendorong sebagian pencari kerja untuk mengambil jalan pintas. Sebuah laporan mengungkap bahwa satu dari tiga pekerja mengakui berbohong dalam curriculum vitae (CV) mereka demi meningkatkan daya tarik di mata perekrut.

Temuan FlexJobs menunjukkan bahwa kebohongan tersebut bervariasi, mulai dari memalsukan antusiasme hingga menyembunyikan celah dalam riwayat pekerjaan.

Pakar HR, Hebba Youssef, menyoroti tren peningkatan saran di media sosial yang mendorong kandidat untuk berbohong dalam CV maupun wawancara. “Alasannya bisa dimengerti, hidup terlalu mahal untuk kita tidak punya pekerjaan,” ujarnya, seperti dikutip dari CNBC Make It, Senin (25/8/2025).

Namun, Youssef mengingatkan bahwa kebohongan seringkali dapat terdeteksi. Menurutnya, ketidakmampuan kandidat untuk menjelaskan secara rinci pengalaman kerja yang tercantum dalam CV menjadi indikasi yang mencurigakan.

Bagi kandidat tingkat menengah hingga senior, Youssef menekankan pentingnya kemampuan untuk menguraikan dampak nyata kepemimpinan yang dijalankan terhadap perusahaan. “Kamu harus bisa menjelaskan dampak dari pekerjaanmu. Kalau tidak bisa memberikan contoh dan penjelasan, itu bendera merah buat saya,” tegasnya.

Sementara itu, kandidat pemula diharapkan mampu menjelaskan alasan ketertarikan mereka pada posisi yang dilamar, meskipun pengalaman mereka terbatas. “Saya perlu tahu kenapa pekerjaan ini, bahkan sesederhana karena menyukai nilai-nilai perusahaan,” jelas Youssef.

Youssef menyarankan agar kandidat menunjukkan rasa ingin tahu yang tulus terhadap perusahaan sebagai cara untuk menonjol. Salah satunya adalah dengan mengajukan pertanyaan relevan selama wawancara.

“Saya selalu mencari kandidat yang mau bertanya. Kalau mereka tidak bertanya, saya justru kecewa. Padahal ini kesempatan untuk menunjukkan apa yang mereka pikirkan dan alasan mereka ingin posisi ini,” ungkapnya.

Selain itu, Youssef menekankan pentingnya menghubungkan pengalaman masa lalu dengan pekerjaan yang dilamar. Bahkan pengalaman dari kerja sukarela, kuliah, atau pekerjaan lain dapat menjadi relevan jika dikemas dengan baik.

“Saya dulu tidak punya kesempatan magang tanpa dibayar saat kuliah, jadi saya banyak menghubungkan pengalaman kerja awal di retail dengan wawancara kerja saya,” kata Youssef. Ia menambahkan bahwa keterampilan pelayanan pelanggan dan kerja tim yang diperoleh dari pekerjaan retail justru menjadi nilai tambah dalam kariernya.

“Melakukan riset tentang perusahaan lalu menghubungkannya dengan nilai pribadi, sesuatu yang dipelajari, atau pengalaman hidup yang dimiliki bisa sangat membantu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *