Jakarta – Potensi bahaya Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang kembali mengemuka. Ratusan riset ilmiah dari berbagai negara mengungkap bahwa BPA, bahan kimia pembentuk plastik keras polikarbonat, berpotensi mengganggu sistem hormon manusia.
BPA dikenal sebagai endocrine disruptor, senyawa yang meniru hormon estrogen dalam tubuh. Paparan jangka panjang dan akumulatif seringkali tidak disadari konsumen. Penggunaan BPA dalam kemasan pangan, termasuk galon guna ulang, dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti kanker, obesitas, gangguan reproduksi, hingga kelainan neurobehavioral.
Harvard College dalam penelitiannya pada 2009 menemukan, kadar BPA dalam urin meningkat hingga 69% hanya dalam satu minggu penggunaan kemasan plastik polikarbonat. Riset serupa di Kenya pada 2024 menunjukkan, seluruh sampel kemasan plastik polikarbonat, baik baru maupun bekas, meluruhkan BPA melebihi batas asupan harian yang dapat ditoleransi (TDI) sebesar 4 μg/kg berat badan per hari, yang ditetapkan Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) pada 2023.
EFSA merespons hasil riset tersebut dengan menurunkan ambang batas TDI BPA secara drastis pada April 2023 menjadi 0,2 ng/kg berat badan, 20.000 kali lebih rendah dari standar sebelumnya pada 2015. Perubahan ini mendorong regulasi yang lebih ketat. Komisi Eropa pada 19 Desember 2024 secara resmi melarang total penggunaan BPA dalam semua bahan yang bersentuhan dengan makanan dan minuman. Negara-negara seperti Prancis, Belgia, Swedia, dan Tiongkok juga telah menerapkan larangan serupa.
Di Indonesia, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) melakukan investigasi lapangan pada akhir 2024. Hasilnya, hampir 40% galon guna ulang yang beredar telah melewati batas usia aman. Sebagian galon bahkan telah digunakan 2-4 tahun, jauh di atas rekomendasi aman dari pakar polimer Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid, yakni satu tahun atau maksimal 40 kali isi ulang.
Ketua KKI, David Tobing, dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin (14/7/2025) mengatakan, galon guna ulang yang sudah melewati batas usia aman seharusnya ditarik dari peredaran karena berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. “Semakin tua usia pakai galon guna ulang, semakin banyak BPA yang bisa luruh ke dalam air minum,” ujarnya.
BPOM juga mencatat hasil serupa. Dalam uji post-market Januari 2022, ditemukan 33% sampel dari distribusi dan 24% dari produksi menunjukkan migrasi BPA yang mendekati ambang bahaya. Kelompok rentan seperti bayi 6-11 bulan dan anak 1-3 tahun masing-masing berisiko 2,4 kali dan 2,12 kali lebih tinggi terpapar BPA dibanding orang dewasa.
Menanggapi temuan ini, BPOM mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2024 yang mewajibkan label peringatan “Berpotensi Mengandung BPA” pada galon guna ulang berbahan polikarbonat. Aturan ini diberi masa transisi hingga 2028, meski menghadapi penolakan industri. David Tobing mendesak agar penerapan label dipercepat dan regulasi batas usia pakai galon segera diberlakukan demi perlindungan konsumen.