Bekasi – Pemerintah Kabupaten Bekasi terus berupaya menekan angka kasus kusta melalui berbagai program yang menyasar langsung ke masyarakat. Stigma negatif yang masih melekat pada penyakit ini menjadi tantangan utama dalam upaya eliminasi kusta.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan, kusta bukanlah aib atau kutukan, melainkan penyakit yang dapat disembuhkan total jika ditangani sejak dini. “Kusta itu bisa disembuhkan. Obatnya ada dan gratis. Tapi karena takut diejek, dikira kena kutukan, akhirnya orang enggan lapor. Akibatnya terlambat ditemukan, menular, bahkan bisa sebabkan disabilitas,” ujar Menkes Budi saat melakukan kunjungan kerja di Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, seperti dikutip dari website resmi Kemenkes RI, Jumat (27/6/2025).

Budi menjelaskan, penularan kusta tidak semudah COVID-19, melainkan memerlukan kontak erat dan berkepanjangan. “Kalau COVID-19 ngobrol sebentar bisa nular. Kusta beda, butuh kontak lama. Asal sedang diobati, aman berinteraksi,” jelasnya.

Deteksi dini, kata Budi, sangat penting agar pengobatan lebih efektif dan mencegah disabilitas. Pengobatan kusta umumnya berlangsung selama enam bulan dengan obat kombinasi yang disediakan pemerintah secara gratis. “Kalau ada satu kasus ditemukan, anggota keluarganya langsung dikasih obat pencegahan satu kali minum. Itu cukup untuk memutus penularan,” ujarnya.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang turut hadir dalam kunjungan tersebut menyoroti keterkaitan erat antara kusta dan kemiskinan. Menurutnya, intervensi tidak hanya soal medis, tetapi juga bantuan sosial. “Banyak penderita kusta berasal dari keluarga miskin. Maka kita bantu juga gizinya. Saya dan Pak Bupati siap kasih bantuan Rp1 juta per bulan, asal digunakan untuk makan sehat,” katanya.

Dedi juga mengusulkan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang aktif mendampingi pasien hingga sembuh. “Satu nakes dampingi lima pasien. Kalau sembuh, kita kasih bonus Rp10 juta. Jangan cuma bicara pengabdian, tapi tak diberi penghargaan,” tegasnya.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang menyatakan, penanganan kusta menjadi prioritas pembangunan berbasis desa, termasuk perbaikan sanitasi dan rumah sehat. “Kalau rumah pasien kusta tidak layak, kita bantu rehabilitasi. Kita bangun Kabupaten Bekasi dari desa,” ujarnya.

Kepala Dinas Kesehatan Bekasi, dr. Alamsyah, menambahkan bahwa stigma menjadi penghalang utama dalam penanganan kusta. Banyak penderita yang menyembunyikan penyakitnya karena takut dijauhi dan dianggap aib.

Alamsyah mengungkapkan, data per Juni 2025 mencatat ada 121 kasus baru kusta di Bekasi, dengan tingkat penemuan kasus (CDR) sebesar 3,34. Sebagian besar merupakan kusta tipe Multibasiler (MB), termasuk 6 kasus pada anak-anak yang mengindikasikan masih ada penularan aktif dalam keluarga. “Ini bukan aib. Ini saatnya ubah persepsi. Dengan dukungan lintas sektor dan komunitas internasional, Bekasi bisa jadi contoh eliminasi kusta,” kata Alamsyah.

Program eliminasi kusta di Kabupaten Bekasi dijalankan secara kolaboratif oleh Puskesmas, RS, klinik, kader desa, serta mitra seperti NLR (No Leprosy Relief). Pemerintah mengajak masyarakat untuk tidak takut melapor dan segera mengakses pengobatan yang telah tersedia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *