Jakarta – Studi terbaru mengungkap fakta menarik tentang konsumsi alkohol pada simpanse di habitat alaminya. Primata ini ternyata secara rutin mengonsumsi alkohol yang berasal dari buah-buahan fermentasi, setara dengan setengah gelas bir setiap hari.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances, Jumat (27/6/2025), menyoroti bahwa alkohol yang dikonsumsi simpanse berasal dari buah-buahan matang yang mengalami fermentasi alami. Buah-buahan tersebut mengandung etanol, senyawa alkohol dengan kadar rendah.
Menurut laporan Science Alert, simpanse mengonsumsi sekitar 14 gram senyawa alkohol setiap hari. Para peneliti berpendapat bahwa paparan alkohol dosis rendah ini merupakan bagian alami dari kehidupan simpanse di habitat aslinya.
Studi yang dilakukan di alam liar Afrika ini mendukung teori bahwa manusia mungkin mewarisi selera dan kemampuan memetabolisme alkohol dari primata. Meskipun demikian, alkohol tetap berpotensi menjadi zat beracun bagi manusia.
Para peneliti mengumpulkan sampel buah-buahan yang biasa dikonsumsi simpanse dan mengukur kandungan etanolnya. Hasilnya menunjukkan bahwa fermentasi gula dalam buah menghasilkan alkohol yang dikonsumsi simpanse setiap hari.
Aleksey Maro, penulis utama studi dari University of California, Berkeley, menjelaskan bahwa dengan mempertimbangkan ukuran tubuh simpanse, konsumsi alkohol mereka setara dengan meminum setengah pint bir Lager dengan kadar alkohol 5%. “Alkoholnya tidak sedikit, tetapi sangat encer dan lebih berkaitan dengan makanan,” jelasnya.
Temuan ini sejalan dengan “teori monyet mabuk” yang dicetuskan lebih dari satu dekade lalu oleh ahli biologi AS, Robert Dudley, yang juga terlibat dalam studi ini. Teori ini menyatakan bahwa preferensi manusia terhadap alkohol dan kemampuan memetabolismenya berasal dari nenek moyang primata yang mengonsumsi buah-buahan fermentasi setiap hari.
Maro menambahkan, “Untuk pertama kalinya, kami melihat bahwa kerabat terdekat kita yang masih hidup mengonsumsi alkohol dalam dosis yang relevan secara fisiologis secara rutin setiap hari.” Ia juga berpendapat bahwa “hipotesis monyet mabuk semakin menjadi kenyataan. Namanya kurang tepat. Nama yang lebih tepat adalah mabuk evolusi,” tambahnya.
Meskipun awalnya skeptis, teori ini semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa primata memang memakan buah yang difermentasi dan lebih menyukai nektar dengan kadar alkohol yang lebih tinggi jika diberi pilihan.