Jakarta – Warga Negara Indonesia (WNI) yang berencana mengunjungi Amerika Serikat (AS) dengan visa turis atau bisnis, bersiaplah menghadapi persyaratan yang lebih ketat. Departemen Luar Negeri AS mengumumkan kebijakan baru yang berpotensi mempersulit perolehan visa bagi WNI.

Kebijakan yang merupakan bagian dari upaya pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menekan angka pelanggaran visa (overstay) dan memperketat migrasi ini, mewajibkan warga asing untuk menyediakan uang jaminan (visa bond) hingga US$ 15.000 atau setara dengan Rp 245,8 juta (berdasarkan kurs saat ini) untuk visa turis dan bisnis.

Kebijakan ini akan diuji coba mulai 20 Agustus 2025 selama 12 bulan. Kategori visa non-imigran yang terdampak adalah B-1 (bisnis) dan B-2 (wisata).

Dalam pemberitahuan resmi yang akan dirilis di Federal Register, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, “Petugas konsuler dapat mewajibkan pemohon visa non-imigran yang tercakup untuk membayar jaminan hingga US$15.000 sebagai syarat penerbitan visa.”

Jaminan tersebut akan dikembalikan penuh jika pemohon meninggalkan AS sesuai dengan masa berlaku visa. Namun, dana tersebut akan hangus jika aturan tinggal dilanggar.

Kebijakan ini menyasar warga negara dari negara-negara yang dianggap memiliki tingkat overstay tinggi dan sistem penyaringan serta verifikasi keamanan yang dinilai kurang memadai.

Hingga saat ini, pemerintah AS belum mengumumkan daftar negara yang akan dikenakan kebijakan visa bond ini. Namun, dokumen resmi menyebutkan bahwa daftar tersebut akan dirilis selambat-lambatnya 15 hari sebelum program dimulai.

Indonesia berpotensi terdampak kebijakan ini karena tidak termasuk dalam Visa Waiver Program (VWP), yang memungkinkan warga negara tertentu masuk ke AS tanpa visa untuk kunjungan singkat.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, “Program percontohan ini memperkuat komitmen Pemerintahan Trump untuk menegakkan hukum imigrasi AS dan menjaga keamanan nasional,” pada Jumat (27/6/2025).

Program ini juga mengharuskan pelamar visa yang dikenakan jaminan untuk masuk dan keluar AS melalui bandara tertentu yang telah ditentukan. Pemerintah AS menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari pilar utama kebijakan luar negeri pemerintahan Trump untuk melindungi negara dari ancaman keamanan nasional akibat pelanggaran visa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *