Film Pangku, karya debut sutradara Reza Rahadian, akan dipresentasikan di Cannes Film Festival 2025. Film ini terpilih sebagai salah satu dari lima proyek yang memenangkan program HAF Goes to Cannes.

Kabar gembira tersebut diumumkan melalui unggahan akun Instagram @filmpangku pada Kamis (20/3). Cannes Film Festival 2025 sendiri dijadwalkan berlangsung pada 13-25 Mei 2025.

“Dan akan melanjutkan perjalanan untuk dipresentasikan di 2025 Cannes Film Festival. Mari kita kirimkan doa baik dan dukungan untuk perjalanan panjang @filmpangku berikutnya, ya,” demikian bunyi pengumuman dari akun resmi film Pangku.

Pangku menjadi langkah pertama Reza Rahadian di kursi sutradara. Ia menulis skenario film ini bersama Felix K. Nesi. Kisah dalam film ini mengangkat perjuangan hidup seorang perempuan di wilayah Pantai Utara Jawa.

Film ini dibintangi oleh deretan aktor ternama seperti Claresta Taufan, Devano Danendra, Fedi Nuril, Shakeel Fauzi, dan Christine Hakim. Pangku dijadwalkan tayang di bioskop pada tahun 2025.

Sebelumnya, film Pangku telah meraih White Light Post-Production Award di JAFF Future Project 2024. Prestasi lain juga dicatat saat film ini berhasil lolos seleksi untuk dipresentasikan dalam Hong Kong – Asia Film Financing Forum (HAF23) ke-23.

Dalam HAF23, Pangku dipresentasikan bersama 15 film panjang lainnya dalam bagian Work-in-progress (WIP). Acara HAF23 berlangsung pada 17-19 Maret lalu, berbarengan dengan Hong Kong International Film & Television Market (FILMART) ke-29.

Reza Rahadian, yang filmnya diproduseri Arya Ibrahim, mengungkapkan alasannya memulai debut penyutradaraan. Ia percaya bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melahirkan sebuah karya.

“Enggak pernah di-setting untuk hari ini atau kemarin. Saya percaya project ini mengalir semuanya berjalan secara organik,” kata Reza di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan.

Reza menjelaskan, ide film Pangku muncul dari pengamatannya terhadap fenomena kopi pangku di daerah Pantura saat ia syuting film lain beberapa tahun lalu. Saat melakukan riset, Reza mengetahui bahwa tradisi kopi pangku mulai bergeser.

“Terbesit saja di kepala suatu hari kalau saya bikin film kayaknya setting-nya tidak jauh dari kehidupan yang ada di sana. Yang menarik adalah bagaimana respons terhadap kehidupan atau kultur itu yang mulai terkikis akibat perluasan wilayah kawasan industri,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *