Jakarta – Gelombang pengetatan regulasi terhadap rokok elektrik atau vape terus bergulir di Asia. Terbaru, Singapura memperlakukan vaping sebagai isu narkoba. Kebijakan ini menambah panjang daftar negara-negara yang mengambil sikap tegas terhadap penggunaan dan penjualan vape.

Singapura, melalui Perdana Menteri Lawrence Wong, mengumumkan pengetatan penegakan hukum terkait vape. Dalam pidato National Day Rally 2025, Wong menegaskan bahwa hukuman berat akan menanti para pelanggar, termasuk ancaman penjara bagi penjual vape yang mengandung zat berbahaya. “Pemerintah akan meluncurkan kampanye edukasi besar-besaran di sekolah, universitas, hingga wajib militer,” ujarnya.

Meskipun larangan vape telah berlaku sejak 2018, peredarannya di kalangan anak muda Singapura masih marak. Banyak produk yang diselundupkan, bahkan mengandung zat berbahaya seperti etomidate, anestesi cepat kerja yang bisa berakibat fatal jika digunakan di luar medis.

Selain Singapura, beberapa negara Asia lain juga telah memberlakukan larangan serupa. Berikut daftar negara-negara tersebut:

  1. Thailand: Larangan total sejak 2014. Kepemilikan, penjualan, hingga impor vape dapat berujung pada denda besar atau penjara. Pemerintah secara rutin melakukan razia, terutama di sekitar sekolah dan universitas.
  2. Vietnam: Mulai 2025, Vietnam melarang penuh produksi, perdagangan, impor, penyimpanan, transportasi, dan penggunaan e-cigarette maupun heated tobacco. Aturan ini didorong oleh alasan kesehatan dan dominasi perusahaan rokok milik negara.
  3. India: Sejak 2019, pemerintah India memberlakukan larangan nasional terhadap produksi, impor, penjualan, dan konsumsi e-cigarette. Pelanggaran dapat berujung pada denda hingga hukuman penjara.
  4. Brunei, Kamboja, Laos: Melarang penjualan dan penggunaan vape. Otoritas di negara-negara ini kerap melakukan penindakan di titik-titik perbatasan untuk mencegah penyelundupan.
  5. Bangladesh: Pemerintah tengah memfinalisasi aturan larangan penuh atas vape dan kantong nikotin oral. Jika disahkan, pelanggar dapat didenda 5.000 taka (sekitar Rp850 ribu). Targetnya, Bangladesh bebas tembakau pada 2040.
  6. Hong Kong dan Makau: Sejak 2018-2019, kedua wilayah ini melarang impor, distribusi, dan penjualan vape.
  7. Maladewa: Per 15 Desember 2024, Maladewa melarang penggunaan, penjualan, dan impor vape. Pengguna dapat didenda hingga MVR 5.000, sementara pelaku usaha dapat dihukum lebih berat.
  8. Bhutan dan Nepal: Melarang penjualan dan distribusi vape sebagai bagian dari kebijakan ketat terhadap produk tembakau.

Negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tengah seperti Qatar, Oman, dan Turkmenistan juga memberlakukan aturan serupa.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina menjadi dua negara yang belum melarang vape. Namun, wacana pengaturan lebih ketat terus bergulir. Di Indonesia, rokok elektrik diatur melalui cukai, sementara di Filipina produk ini masih diperjualbelikan secara luas.

Malaysia saat ini belum melarang penuh, tetapi sedang mempertimbangkan langkah tersebut. Otoritas kesehatan dan aktivis mendesak pemerintah untuk meniru Singapura dengan memperlakukan vaping sebagai isu narkoba. Menteri Kesehatan Malaysia bahkan tengah mengkaji kemungkinan memasukkan zat berbahaya dalam cairan vape, seperti etomidate, ke dalam Undang-Undang Narkotika.

Dorongan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berbagai kelompok pengendalian tembakau menjadi salah satu faktor pendorong larangan vape di Asia. Meskipun menuai kritik karena dianggap menghilangkan alternatif rokok yang lebih rendah risiko, banyak pemerintah tetap memilih jalur pelarangan total untuk mencegah lonjakan pengguna muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *