Jakarta – Cuaca ekstrem yang melanda Indonesia, meski kalender menunjukkan musim kemarau, memicu peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di berbagai wilayah.

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan lonjakan signifikan kasus DBD dibandingkan tahun sebelumnya.

Hingga 7 Juli 2025, tercatat lebih dari 82.975 kasus DBD dengan 375 kematian yang tersebar di hampir seluruh provinsi.

Ketua Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes, Fadjar S.M Silalahi, mengungkapkan kekhawatiran atas angka tersebut. Ia mengatakan bahwa dari Januari hingga 13 April 2025, terdapat 38.740 kasus DBD dengan 182 kematian.

“Data dari Januari hingga 7 Juli 2025 kasus kita totalnya itu sebanyak 82.975 kasus dan 375 kematian. Jadi walaupun ini kasusnya turun dibandingkan 2024 namun kasus ini masih terbilang banyak begitu juga kematian masih dikatakan cukup banyak karena target kita di 2030 adalah zero dead,” ujar Fadjar dalam Webinar 4 Indonesia Menuju Nol Kematian Akibat Dengue yang disiarkan melalui akun Youtube Kemenkes RI, Selasa (15/7/2025).

Fadjar menambahkan, 63 persen kematian terjadi pada anak usia di bawah 14 tahun.

Keterlambatan membawa pasien ke fasilitas kesehatan dan kurangnya kewaspadaan terhadap gejala awal dengue menjadi penyebab utama kematian.

Penularan dengue terjadi melalui gigitan nyamuk.

DBD dapat memicu komplikasi serius seperti dengue shock syndrome, perdarahan hebat, hingga kematian, terutama pada anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem imun lemah.

Kemenkes menegaskan bahwa anggapan DBD hanya muncul saat musim hujan tidak sepenuhnya benar.

Fadjar menjelaskan Indonesia merupakan negara hiperendemik dengue, yang berarti potensi penyebaran penyakit ini ada sepanjang tahun.

“Banyak masyarakat berpikir bahwa DBD adalah penyakit musiman dan hanya terjadi pada musim penghujan. DBD itu ada sepanjang hari, bulan dan tahun. Hanya saja saat musim hujan lebih banyak populasi nyamuknya,” paparnya.

“Dengue adalah penyakit yang bisa mengancam nyawa, dan kita tidak bisa lagi menunggu sampai puncak kasus (wabah) untuk bertindak,” lanjut Fadjar.

Pencegahan DBD paling efektif adalah dengan memberantas sarang nyamuk melalui gerakan 3M Plus secara massal, yaitu menguras, menyikat tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas.

Pemantauan jentik nyamuk juga perlu dilakukan seminggu sekali secara berkelanjutan, jauh sebelum masa penularan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *